(YAKOBUS 1:19-21)
(oleh : Petra.N)
Latar belakang dari penulisan kitab ini adalah adanya penganiayaan yang terjadi kepada orang-orang Kristen yang terjadi di perantauan. Sebab Yakobus mengalamatkan surat ini untuk kedua belas suku yang ada di perantauan (1:1). Yakobus, seorang tokoh yang punya peran besar di jemaat yang ada di Yerusalem, karena dia adalah salah satu dari sokoguru si Yerusalem (Galatia 1:19; 2:9). Keprihatinan Yakobus akan orang-orang Kristen yang menderita aniaya sangat tampak ketika dengan surat ini ia ingin menguatkan mereka, mendorong mereka untuk tetap hidup untuk Tuhan dan memiliki sikap yang benar terhadap penderitaan hidup ini (1:2-18). Kita bisa saja mengalami hal yang sama, tetapi jangan sampai kita mengambil sikap yang salah. Oleh karena itu, mari kita belajar bagaimana seharusnya sikap kita terhadap suatu permasalahan hidup dengan mempelajari apa yang dikatakan oleh Yakobus.
"Saudara-saudara yang kukasihi". Dari kalimat ini kita dapat mengetahui bahwa Yakobus benar-benar mengasihi saudaranya. Penting untuk melakukan segala sesuatunya berdasarkan kasih (1Kor 13). Sebab jika tidak, apapun kebaikan yang kita lakukan, sehebat apapun itu jika kita tidak punya kasih itu akan sia-sia. Yakobus menasehati, menguatkan, dan mendorong, serta menegur saudaranya itu atas dasar "kasih". Karena kasih, teguran kita itu murni, bukan untuk menyalahkan orang yang berdosa, tetapi untuk mengangkat orang-orang yang berdosa agar sadar dan bertobat. Sehingga teguran kita tidak menyandung orang tetapi menggugah orang untuk bangkit. Sebenarnya Yakobus di dalam nasehatnya juga ingin menyampaikan teguran yang keras. Tetapi kepiawaian Yakobus sebagai seorang rasul adalah ketika ia mempunyai suatu cara bagaimana untuk masuk ke dalam teguran itu dan tegurannya dapat diterima. Orang yang ingin menyampaikan nasehat harus tahu kapan saat yang tepat untuk memasukkan teguran melalui motivasi yang ia sampaikan. Harus juga memahami keadaan orang yang mengalami masalah. Biasanya orang yang teraniaya itu sangat tertekan, sehingga sensitif menerima teguran. Dibutuhkan ketenangan saat memberikan nasehat, yang Yakobus lakukan adalah mencoba untuk membuat suasana tenang dengan kalimatnya itu. Maka kasih yang berperan. Dalam segala hal, hendaklah "oleh karena kasih". Efesus 4:32 "..tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra..".
"Ingatlah hal ini". Ini menandakan bahwa pesan yang akan disampaikan oleh Yakobus ini penting. Mungkin sikap ini akan banyak dibutuhkan dalam kehidupan. Apa artinya ketika orang tua berkata kepada anaknya "anakku, ingatlah hal ini" bukankah orang tua ingin agar anaknya mengingat selalu nasehatnya? Ingatlah, Tuhan menasehati kita lewat Firman-Nya, betapa banyak yang telah kita abaikan?
"Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar". Ada hal yang menyebabkan suatu masalah, apabila kita terburu-buru untuk bertindak tanpa terlebih dahulu mendengarkan nasehat atau petunjuk untuk melakukan hal tersebut. Ada kemungkinan beberapa orang saudara bertindak dengan gegabah dan emosi saat penderitaan itu menimpa kehidupan mereka. Betapa penting untuk mendengarkan, yang berate memperhatikan. Dengarkan terlebih dahulu Firman Tuhan menjelaskan setiap persoalan dalam kehidupan kita. Pahami dan mengerti terlebih dahulu maksud Firman itu untuk kita. Mendengarkan dengan baik penting untuk menghindari kesalahpahaman. Beberapa saudara telah salah mengerti tentang pencobaan sehingga menuduh Allah yang menyebabkannya. Kesalahpahaman benar-benar terjadi sebab kurang memperhatikan Firman Tuhan.
"Lambat berbicara". Ada dua pengertian mengenai kata ini, yaitu lambat dalam berkata-kata, ataupun kehati-hatian dalam mengeluarkan kata-kata. Ada manfaatnya jika kita melakukan kedua hal ini. Jika kecepatan kita dalam berbicara tidak terlalu cepat, jelas, dan lemah lembut, ada kemungkinannya orang lebih mudah mengerti dengan apa yang kita sampaikan dan tidak emosional. Jika kita berhati-hati dalam berkata-kata, dalam arti berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara, tidak akan terjadi kesalahpahaman, berbicara tidak asal keluar dari mulut, tidak berasumsi negatif, tidak prajudis, tidak menyakiti dan tidak menghakimi tanpa tahu permasalahannya terlebih dahulu. Sikap ini penting, sebab beberapa saudara telah menghakimi Allah dengan menganggap Allah ada di balik semua penderitaan itu. Sikap ini penting, karena itu di ayat-ayat selanjutnya Yakobus tetap menekankannya dengan kata "mengekang lidah". Sikap ini penting, sebab perkataan kita pun juga akan dipertanggungjawabkan pada hari penghakiman (Matius 12:36). Amsal 18:13 berkata, "Jikalau seseorang memberi jawab sebelum mendengar, itulah kebodohan dan kecelaannya". Apakah bijak untuk menuduh Allah atas pencobaan yang menimpa kita? Apakah penting bagi kita untuk cepat berbicara tanpa terlebih dahulu cepat untuk mendegar? Ataukah kita sebaiknya mendengarkan dan mengerti Firman Tuhan yang berbicara "Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya" (2 Tim. 3: 12). Mungkin itulah alasannya mengapa Tuhan memberikan kita dua telinga dan satu mulut, supaya kita lebih cepat untuk mendengar lambat untuk berbicara.
"Lambat untuk marah". Janganlah menjadi orang yang pemarah atau suka marah. Orang yang suka marah, akan membawa dampak yang buruk bagi dirinya sendiri maupun orang lain. "Siapa lekas naik darah, berlaku bodoh, tetapi orang yang bijaksana, bersabar; Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan." (Amsal 14:17,29). Kemarahan juga dapat berakibat fatal. Karena naik darah orang membunuh. Ini sangat berbahaya sekali, apabila amarah tidak dapat dikendalikan. Dosa amarah menyebabkan kita kehilangan Allah. Amarah juga membuat kita berlarut-larut dalam dosa, sebab amarah menimbulkan benci dan dengki serta dendam. Itulah sebabnya dikatakan "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu" (Efesus 4:26). Lebih berbahaya lagi orang yang marah kepada Allah karena pencobaan, dan karena iman yang lemah akhirnya meninggalkan Tuhan. Mungkin hal ini terjadi juga kepada beberapa orang Kristen yang teraniaya di perantauan.
Oleh karena itu, masalahnya disini adalah sikap dalam menghadapi permasalahan hidup. Ada masalah di dalam sikap mereka yang menghadapi penderitaan hidup tersebut. Mereka menuduh Allah sebagai penyebab dari penderitaan itu, bahkan mereka berani marah. Mungkin juga mengakambinghitamkan kekristenan sebagai akar permasalahannya. Sebab banyak orang juga saat ini yang mempertanyakan dalam hidupnya "Mengapa saya menderita setelah mengikut Yesus?" Mereka memilih undur dari iman daripada bertahan. Tetapi Yakobus tidak membenarkan hal itu. Ia katakan bahwa penderitaan itu adalah sebagai ujian terhadap iman (1:2-3). Petrus katakan bahwa iman orang Kristen itu harus diuji, ibarat emas yang akan diketahui kemurniannya setelah ditempa dengan api. "Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu -- yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api -- sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya."
Mengapa kita tidak boleh marah? Sebab "amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah". Tidak ada kondisi dimana ada amarah yang dibenarkan oleh Allah, walaupun demi kebaikan. Percuma saja manusia marah-marah kepada Allah, seolah-olah Allah bersalah. Sebab memang manusia tidak akan pernah lebih benar daripada Allah.
"Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu..". yang termasuk kejahatan adalah segala bentuk perbuatan daging (Galatia 5:19-21). Maksud Yakobus adalah, agar orang Kristen itu cepat mendengar, lambat berkata-kata, dan lambat marah, semua itu bisa dilakukan apabila kita membuang segala keinginan-keinginan daging. Amarah termasuk perbuatan daging (Gal. 5:20). Maka ada istilah pelampiasan amarah, pelampiasan adalah perwujudan hawa nafsu daging.
"Segala sesuatu yang kotor". Ungkapan yang tidak cocok dengan orang Kristen yang telah disucikan. Segala sesuatu yang kotor dan jahat seharusnya tidak lagi dimiliki oleh orang yang telah disucikan, karena idealnya orang Kristen harus seperti itu. Tetapi kata "yang banyak itu" menunjukkan bahwa di dalam diri seseorang itu bisa saja menyimpan sangat banyak kejahatan dan hal-hal yang kotor. Dan ketika kita lahir baru semua dosa dan kesalahan kita dihapuskan oleh Allah, maka kita bersih dari segala kejahatan. Namun mengapa orang yang sudah lahir baru masih berdosa? Memori dan pengalaman berdosa masih membekas di dalam pikiran kita, sehingga kita masih bisa tergoda dan terjatuh lagi. Bisa juga karena kita yang memilih untuk tidak mau membuang sifat buruk itu. Sebab itu, walaupun kita sudah lahir baru, harus tetap melakukan pembersihan rohani yaitu terus menerus membuang segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang banyak yang ada di dalam hati kita.
"Dan terimalah dengan lemah lembut". Menerima firman harus dengan sikap yang terbuka, tidak menentang atau berbantah-bantah. Sikap hati kita haruslah seperti tanah yang subur sehingga firman Tuhan itu bisa tumbuh. Yesus mengumpamakan orang yang baik yang menerima firman itu seumpama tanah yang baik, apabila ditabur benih akan berbuah tiga puluh, enam puluh, bahkan seratus kali lipat (Mat.13 : 23).
Ada prinsip di dalam ayat 21 ini, yaitu membuang yang kotor yang ada di dalam hati kita terlebih dahulu baru memasukkan firman itu kedalam hati kita yang bersih, sehingga benih firman Tuhan dapat tumbuh dengan baik. Kita tidak bisa menerima firman dengan baik jika dalam menerima firman itu hati kita sedang dalam masalah, amarah, kedengkian, keangkuhan, perselisihan, kemalasan, dll.
"Firman yang tertanam di dalam hati, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu". Mustahil tanpa firman kita akan selamat. Sebab ajaran tentang keselamatan Allah sampaikan kepada kita lewat firman-Nya. Roma 1 :16 mengatakan bahwa Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya. Bagaimana firman akan tinggal di dalam hati dan akan menyelamatkan jika orang tidak percaya akan firman? Namun bagaimana caranya agar orang menjadi percaya jika berita Injil pun tidak diberitakan. Benih bisa tertanam di dalam tanah kita namun belum tentu tumbuh dan berbuah, dan sebaliknya bisa mati. Firman itu telah tumbuh di dalam diri kita jika firman itu telah kita gunakan. Dan firman itu telah berbuah di dalam diri kita jika kita sudah dapat menggunakannya dan membagikan firman itu kepada orang lain. Maka dengan demikian pemilik benih itu akan dimuliakan.